Hari ini, beberapa hari setelah kepergianmu. Sesak ini masih terasa, air mata ini belum mengering, dan luka yang semakin membasah. Semua sakit yang kau anggap karenaku sendiri. Dan kepergianku yang kau sebut karenaku.
Rasanya tak pantas bila aku membela diriku sendiri. Sebenarnya bukan bermaksud membela, hanya ingin membagi cerita, hanya ingin kamu tahu bagaimana perasaanku selama ini. Usahaku dalam memperjuangkan kamu.
Banyak yang berubah setelah kejadian itu. Setelah pertengkaran itu, setelah air mata yang mengalir begitu deras. Sikapmu berubah, aku tak lagi menemukan dirimu yang dulu, yang selalu menyanjungku dengan kata cinta.
Sebenarnya akupun tak memgerti. Apakah ini semua salahku atau salahmu? Mungkin saja salahku, karena selama ini, katamu aku tak pernah mengerti apa yang jadi maumu, aku selalu menuntutmu untuk bisa menemaniku sepanjang hari. Ya, rasanya sulit untuk menerima sebuah perubahan besar, dan kita tak mengetahui apa penyebabnya.
Selama ini, aku sadar. Semua kesibukanmu, pekerjaan barumu. Tapi sayang, akupun tak meminta semua waktumu untukku. Tapi bisakah sebentar saja kamu memberiku kabar lewat pesan singkat, atau berkata halo, selamat pagi atau apa? Apakah harus selalu aku yang memulai semuanya? Apakah selalu harus aku yang menunggu kabar darimu. Rasanya lelah untuk selalu seperti itu.
Akupun tak mengerti. Mengapa disaat seperti ini, saat aku benar benar membutuhkan seseorang untuk dijadikan sandaran, ada orang lain yang memberikan pundaknya untukku. Untuk berkeluh kesah, menceritakan semua kejahatan dunia. Dan sayangnya itu bukan kamu, sayang.
Semuanya terasa berbanding terbalik. Ketika dulu, saat kau jatuh, sakit, tak berdaya. Akulah orang yang kau cari, akulah orang pertama yang ikut kau marahi. Tak apa, aku mencintaimu dan aku siap dengan semua resiko itu. Dengan sifat pemarahmu, posesif dan tak ingin kalah.
Meskipun terkadang aku selalu mengeluh dengan semua sikapmu, tapi percayalah, tak ada niat untuk meninggalkanmu. Karena kamu tahu, selama ini terlalu banyak mimpi yang kita gantungkan di langit. Tentang kita hari ini, esok dan masa depan. Aku terlalu berharap dengan semua itu. Tentang mimpiku, suatu saat kau lah satu satunya pria yang akan membahagiakanku, menemani di sisa hidupku dan menjadi ayah dari anak anakku kelak.
Semuanya berlalu terlalu indah, sakit pun terasa indah bila bersamamu. Tapi mengapa, sakit yang ini tak indah. Sakit yang ini terlalu sakit. Dan itu semua kurasakan karenamu, karena orang yang begitu aku cintai.
Aku pun sadar. Saat saat itu amarahku sedang memuncak. Dan mungkin kamupun tak mengindahkannya. Tak ada lagi pengertian diantara kita. Tak ada lagi kata sayang, tak ada lagi emoticon :* atau {{}}. Semuanya terasa telah berakhir. Dan benar saja, semuanya benar venar berakhir saat itu juga. Saat amarahku dan amarahmu memuncak. Dan kita saling beradu ego.
Hari hari berlalu kujalani tanpamu. Sedih rasanya, tak ada lagi sosok kamu yang dulu selalu memperhatikanku. Sempat merasa menyesal. Namun, setelah kupikir lagi, apakah aku harus menyesali semuanya untuk orang yang telah tega menyakitiku berulang kali.
Jika kamu bermain dengan wanita lain, aku mungkin bisa terima. Tapi ini, jauh lebih sakit dari itu. Kemana kamu yang dulu? Apakah topengmu sudah terbuka setelah semuanya berakhir. Apakah semuanya hanya sebuah kepura-puraan? Setelah kamu berhasil membuatku bertekuk lutut mencintaimu, kamu buatku rela disakiti, dikecewakan berulang kali, dan memberikan kamu beribu ribu kesempatan? Apakah kamu yang sebenarnya adalah seperti itu? Kemana larinya semua kata kata indah itu? Apakah semuanya hanya caramu untuk membuatku percaya bahwa kamu serius? Atau aku yang bodoh?
Setiap malam, dalam doaku. Aku selalu meminta agar kamu baik baik saja. Agar kamu bisa seperti kamu yang dulu. Bukan berarti aku memintamu untuk berbalik ke arahku dan memintaku untuk mengulang semuanya dari awal. Karena aku tahu, semua yang telah pergi jika ia kembali, bentuknya tak akan sama.
Semoga saja. Suatu saat nanti kamu mengerti. Bahwa dulu, aku seorang perempuan bodoh yang rela melakukan apapun untukmu. Yang selalu ada ketika kamu jatuh, marah, sedih dan dikecewakan oleh dunia. Yang menemanimu dalam setiap usahamu, hingga akhirnya kau mendapatkan apa yang kamu mau. Lalu setelah itu kau abaikan, kau tinggalkan. Semoga suatu saat nanti akan ada yang mau bertahan sepertiku. Mau menerima semua baik burukmu sepertiku. Dan bisa menyayangimu dengan sepenuh hati dikala susah dan senang, sepertiku dulu.
Dan kini, saatnya aku untuk membuka hati untuk yang baru. Rasanya lelah jika harus memulai semuanya lagi, mencintai lagi, mempercayai lagi, tapi aku mohon tidak untuk disakiti lagi.
Untuk kamu, seseorang yang membuatku
rela mati untukmu.